Transformasi hacker: motif yang berubah seiring perkembangan zaman

Kejahatan siber telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat di seluruh dunia. Salah satu faktor yang menyebabkan kejahatan siber semakin marak adalah adanya motivasi dan kenikmatan yang dirasakan oleh para pelakunya.

Transformasi hacker: motif yang berubah seiring perkembangan zaman
ilustrasi: Transformasi Hacking: motif yang berubah seiring perkembangan zaman

Hacker zaman dulu memiliki motif yang berbeda dengan hacker di masa sekarang. Pada zaman dulu, hacker didorong oleh passion dan keingintahuan, sedangkan pada masa sekarang, hacker sering didorong oleh motif ekonomi. Motif ekonomi ini muncul karena adanya model bisnis jual beli data rahasia.

Transformasi hacker dari pelopor keamanan menjadi pelaku kejahatan siber merupakan fenomena yang menarik sekaligus mengkhawatirkan. Motivasi peretasan telah bergeser secara drastis, dari kepuasan intelektual menjadi dorongan ekonomi, sentimen SARA, ambisi politik, hingga niat balas dendam. Dalam konteks hukum modern, peretasan kini jelas berada di bawah kategori tindak kejahatan. Artikel ini akan menyelidiki bagaimana "kenikmatan" meretas telah berubah 180 derajat, melalui contoh-contoh spesifik yang terjadi di ranah siber.

  1. Membajak Akun E-mail atau Media Sosial: Kasus yang terkenal adalah pembajakan massal akun Twitter pada Juli 2020, di mana akun-akun berprofil tinggi dibajak dan digunakan untuk penipuan Bitcoin. Ini menunjukkan kecenderungan hacker modern yang menggunakan keahlian mereka untuk keuntungan finansial melalui penipuan.

  2. Defacement Situs Web: Sebuah kelompok hacker yang dikenal dengan 'Anonymous' sering melakukan defacement sebagai bentuk protes. Mereka mengubah tampilan web situs-situs pemerintah atau korporasi, meninggalkan pesan-pesan politis. Walaupun beberapa dianggap sebagai 'hacktivism', tetap saja tindakan ini melanggar hukum.

  3. Penggunaan Koneksi Internet Gratis: Kasus seperti penggunaan Wi-Fi tanpa izin menunjukkan bagaimana akses internet gratis menjadi daya tarik bagi para peretas. Meski tampak tidak berbahaya, tindakan ini termasuk pencurian layanan dan melanggar privasi orang lain.

  4. Akses CCTV Ilegal: Kasus di mana peretas menonton tampilan langsung dari CCTV menunjukkan pelanggaran privasi serius. Pada tahun 2014, sebuah website Rusia menyiarkan ribuan CCTV yang tidak diamankan dari seluruh dunia, termasuk dari rumah-rumah pribadi.

  5. Penggunaan Kartu Kredit Curian: Kebocoran data dari Target pada tahun 2013 adalah contoh dari pencurian informasi kartu kredit yang digunakan untuk transaksi ilegal. Ini mencerminkan motif ekonomi yang kuat di balik kejahatan siber modern.

  6. Pencurian Informasi Perusahaan atau Pemerintah: Kasus Edward Snowden pada tahun 2013 mengguncang dunia dengan membocorkan informasi NSA. Walaupun ada debat mengenai motifnya, kasus ini menyoroti betapa seriusnya kebocoran informasi sensitif.

  7. Pendanaan Terorisme: Penyalahgunaan cryptocurrency untuk pendanaan terorisme adalah perkembangan baru dalam kejahatan siber. Contohnya, kegiatan penambangan mata uang kripto oleh ISIS untuk mendanai operasi mereka.

Motif ekonomi, politik, dan balas dendam ini mengubah wajah hacking. Peretasan kini lebih dari sekedar pencarian celah keamanan, tetapi juga tentang eksploitasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Dengan peningkatan serangan siber, hukum dan keamanan siber juga harus berkembang untuk menghadapi tantangan ini.

Strategi keamanan nasional dan korporasi harus terus diperbarui untuk menghadapi ancaman yang semakin canggih. Edukasi tentang keamanan siber juga harus diperluas untuk melindungi masyarakat dari menjadi korban kejahatan siber. Dengan pendekatan multi-faset ini, kita dapat berharap untuk mengurangi insiden siber dan melindungi keamanan informasi kita