Monolithic Architecture: Pilar Kuat atau Batu Sandungan?

Monolithic Architecture, seperti namanya, adalah suatu pendekatan di mana semua komponen aplikasi (database, server aplikasi, klien, dll.) dikombinasikan menjadi satu unit tunggal yang saling tergantung. Setiap fungsi, dari manajemen pengguna hingga pemrosesan data, dijalankan dalam satu lingkungan yang sama, dan saling berkomunikasi dalam domain tersebut.

Monolithic Architecture: Pilar Kuat atau Batu Sandungan?
Monolithic Architecture: Pilar Kuat atau Batu Sandungan?

Dalam perjalanan evolusi teknologi, berbagai pendekatan arsitektur telah ditemukan, didefinisikan, dan diimplementasikan. Salah satu arsitektur yang telah lama ada dan sering ditemui dalam pengembangan perangkat lunak adalah Monolithic Architecture. Walaupun banyak pendekatan arsitektur baru yang bermunculan, Monolithic tetap memiliki relevansinya di dunia teknologi modern.

Apa itu Monolithic Architecture?

Monolithic Architecture, seperti namanya, adalah suatu pendekatan di mana semua komponen aplikasi (database, server aplikasi, klien, dll.) dikombinasikan menjadi satu unit tunggal yang saling tergantung. Setiap fungsi, dari manajemen pengguna hingga pemrosesan data, dijalankan dalam satu lingkungan yang sama, dan saling berkomunikasi dalam domain tersebut.

Kelebihan Monolithic Architecture:

  1. Sederhana: Mengembangkan, menguji, dan men-debug aplikasi berbasis monolit cenderung lebih mudah karena semua komponen ada di satu tempat.
  2. Performa: Komunikasi antar komponen lebih cepat karena berada dalam satu domain, mengurangi latensi komunikasi.
  3. Pengelolaan: Mengelola dan memonitor aplikasi monolit lebih sederhana karena hanya ada satu instance yang perlu diperhatikan.

Namun, monolithic architecture juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

  • Tidak fleksibel: Perubahan pada satu komponen dapat berdampak pada komponen lainnya.
  • Sulit untuk skalabilitas: Karena semua komponen berada dalam satu server, maka sulit untuk menskalakan aplikasi.
  • Sulit untuk testing: Karena semua komponen saling terkait, maka sulit untuk melakukan testing secara independen.

Kekurangan Monolithic Architecture lainnya:

  1. Skalabilitas: Mengukur aplikasi monolit bisa menjadi tantangan karena harus meningkatkan seluruh aplikasi, bukan hanya bagian yang membutuhkannya.
  2. Ketahanan: Seperti yang disebutkan sebelumnya, kesalahan pada satu komponen bisa berdampak pada keseluruhan aplikasi.
  3. Ketergantungan: Perubahan kecil memerlukan penyebaran ulang seluruh aplikasi.
  4. Pengembangan Lambat: Tim pengembangan bisa menjadi terhalang karena perubahan oleh satu tim dapat mempengaruhi pekerjaan tim lain.

Monolithic vs. Microservices: Dalam kontras dengan Monolithic, Microservices Architecture memecah aplikasi menjadi layanan-layanan kecil yang dapat berjalan secara independen. Sementara Microservices menawarkan fleksibilitas dan skalabilitas, pendekatan ini datang dengan kompleksitasnya sendiri, seperti manajemen layanan yang lebih banyak dan tantangan komunikasi antar layanan.

Monolithic architecture merupakan metode pengembangan aplikasi yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode ini cocok untuk aplikasi-aplikasi yang sederhana dan memiliki kebutuhan yang tidak berubah-ubah. Namun, jika aplikasi memiliki kebutuhan yang kompleks atau membutuhkan skalabilitas tinggi, maka monolithic architecture mungkin bukan pilihan yang tepat.

Untuk aplikasi-aplikasi yang kompleks atau membutuhkan skalabilitas tinggi, maka disarankan untuk menggunakan microservices architecture. Microservices architecture adalah metode pengembangan aplikasi yang membagi aplikasi menjadi beberapa komponen kecil yang independen. Komponen-komponen tersebut dapat dikembangkan dan dideploy secara independen, sehingga lebih fleksibel dan mudah untuk skalabilitas.

Berikut adalah beberapa keuntungan menggunakan microservices architecture:

  • Lebih fleksibel: Perubahan pada satu komponen tidak akan berdampak pada komponen lainnya.
  • Lebih mudah untuk skalabilitas: Komponen-komponen dapat dideploy secara independen, sehingga lebih mudah untuk menambahkan atau mengurangi komponen sesuai dengan kebutuhan.
  • Lebih mudah untuk testing: Komponen-komponen dapat ditesting secara independen, sehingga lebih mudah untuk menemukan bug.

Kesimpulan:

Meskipun Monolithic Architecture memiliki kelemahannya, arsitektur ini tetap relevan untuk sejumlah skenario, terutama untuk aplikasi berskala kecil hingga menengah. Untuk aplikasi yang kompleks dan membutuhkan skalabilitas tinggi, mungkin lebih bijaksana untuk mempertimbangkan pendekatan lain seperti Microservices. Namun, keputusan harus didasarkan pada kebutuhan spesifik proyek dan sumber daya yang tersedia.